author : ruly rahadianto
Definisi
Hemoptisis adalah mendahakkan darah yang berasal dari bronkus atau paru. Darah yang dikeluarkan dapat berupa dahak bercampur darah atau hanya garis merah cerah di dahak, atau darah dalam jumlah banyak atau sedikit. Selain itu, dapat juga berupa bekuan darah hitam bila darah sudah terdapat dalam saluran napas berhari-hari sebelum dapat didahakkan. Hemoptisis masif adalah ekspektorasi 600mL darah dalam 24-48 jam. Hemoptisis nyata atau jelas adalah lebih dari sekedar garis di sputum namun kurang dari kriteria masif.1
Etiologi
Penyebab hemoptisis tersering, antara lain:2
· Bronkitis
· Kanker paru
· Tuberkulosis
· Bronkiektasis
· Pneumonia
· Gagal jantung
· Penggunaan antikoagulan atau fibrinolitik
Patogenesis
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran napas, pleura, jaringan limfoid intra pulmonar, serta persarafan di daerah hilus. Arteri pulmonalis yang membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru, termasuk bronkiolus respiratorius. Anastomosis arteri dan vena bronkopulmonar, yang merupakan hubungan antara kedua sumber perdarahan di atas, terjadi di dekat persambungan antara bronkiolus respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini memungkinkan kedua sumber darah untuk saling mengimbangi. Apabila aliran dari salah satu sistem meningkat maka pada sistem yang lain akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92% hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis. Secara umum bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan adalah dari sirkulasi bronkialis, sedangkan bila lesi dari parenkim, maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner. Pada keadaan kronik, dimana terjadi perdarahan berulang, maka perdarahan seringkali berhubungan dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat.1
Pada tuberkulosis, penyebab perdarahan dapat sangat beragam. Pada lesi parenkim akut, perdarahan dapat disebabkan oleh nekrosis percabangan arteri/vena. Pada lesi kronik, lesi fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas dapat memiliki tonjolan aneurisma arteri ke rongga kavitas yang mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkial, hemoptisis disebabkan oleh ulserasi granulasi dari mukosa bronkus.1
Penatalaksanaan
Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak pada dahak, umumnya pertukaran gas tidak terganggu, dan penegakkan diagnosis penyakit yang mendasari menjadi prioritas. Namun apabila perdarahan masif, mempertahankan jalan napas dan pertukaran gas harus menjadi prioritas. Upaya mempertahankan jalan napas termasuk mencegah asfiksia atau darah masuk dan menyumbat saluran napas yang sehat. Pemberian oksigen dilakukan bila ada tanda ganguan pertukaran gas. Bila perlu resusitasi cairan dan darah harus diberikan. 1
Mengistirahatkan pasien dapat membantu mengurangi perdarahan. Memiringkan pasien ke arah sisi paru yang diduga menjadi sumber perdarahan akan membantu menjaga asfiksia sisi yang sehat. Pada hemoptisis masif, intubasi dan ventilator mekanik mungkin dibutuhkan untuk menjaga jalan napas dan pertukaran udara. 1
Pengobatan ditujukan untuk mengobati penyakit yang mendasari. Pemberian anti-tusif tidak disarankan karena dapat menghambat batuk sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan darah. Vitamin K dapat diberikan untuk mengkoreksi koagulopati.1,3
Indikasi operasi pada pasien batuk darah masif:3
· Batuk darah ≥ 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti
· Batuk darah 100-250 cc/24 jam, Hb <10
· Batuk darah 100-250 cc/24 jam, Hb > 10 g/dL, dan pada observasi 48 jam tidak berhenti
Referensi
1. Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006. hal.220-1.
2. National Lung Health Education Program. Hemoptysis. 2000. Diunduh dari http://www.nlhep.org/books/pul_Pre/hemoptysis.html.
3. PAPDI. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. h.79-81.